Joko Nugroho, Mahasiswa UNISA Yogyakarta Program RPL
Sekolah seharusnya menjadi lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak. Namun, angka-angka secara global memberikan gambaran yang berbeda, yakni satu dari tiga siswa mengalami perundungan di sekolah setiap bulannya. Lebih dari 36 persen pelajar berkelahi fisik dengan teman-temannya dan hampir satu dari tiga pelajar pernah diserang secara fisik, setidaknya sekali dalam setahun.
Kekerasan di sekolah harus menjadi perhatian serius karena dapat berdampak parah dan jangka panjang terhadap keselamatan siswa, kesehatan fisik dan mental, serta hasil pendidikan mereka.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), bullying adalah penindasan atau risak (merunduk) yang dilakukan secara sengaja oleh satu orang atau sekelompok yang lebih kuat.
Tindakan ini dilakukan terus menerus dengan tujuan untuk menyakiti.
Menurut UNICEF, ada tiga karakteristik perilaku bullying, yaitu disengaja, terjadi secara berulang-ulang atau untuk mendapatkan kekuasaan.
Bukan itu saja, tindakan ini juga bisa dilakukan secara langsung maupun online.
Bullying online alias cyber bullying dapat terjadi lewat media sosial, pesan instan, email, dan platform lain yang memungkinkan adanya interaksi.
Tindakan bullying juga terbagi menjadi enam kategori, di antaranya:
- Kontak fisik langsung, Perilaku bullyingyang menyasar fisik umumnya mudah diidentifikasi. Tindakan ini meliputi memukul, mendorong, menggigit, menjambak, mencubit, dan mencakar. Mengunci seseorang dalam ruangan, memeras dan merusak barang orang lain juga termasuk tindakan perundungan.
- Kontak verbal langsung, Perundungan juga bisa berupa ancaman, merendahkan, mencela, mengejek, memaki, mengintimidasi dan mengganggu. Memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme dan menyebarkan berita palsu juga termasuk bullyingverbal.
- Perilaku non-verbal langsung, Contoh bullying non verbal yaitu tatapan sinis, menjulurkan lidah dan memperlihatkan ekspresi yang merendahkan, mengejek, atau mengancam. Namun, tindakan non verbal ini umumnya dilakukan bersama tindakan fisik dan verbal.
- Perilaku non verbal tidak langsung, Faktanya, perundungan juga bisa terjadi secara non verbal tidak langsung. Contohnya yaitu memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, mengucilkan atau mengabaikan secara sengaja atau mendiamkan seseorang.
- Cyber bullying, Di era yang serba teknologi seperti sekarang, tindakan bullyingjuga marak terjadi secara online. Contohnya dengan membuat video atau konten lainnya yang mengintimidasi seseorang lewat media sosial.”.
- Pelecehan seksual, Pelecehan seksual juga salah satu bentuk tindakan bullying. Perilaku ini bisa berupa agresi fisik atau verbal. Agresi merupakan perilaku yang dilakukan secara sengaja untuk menyebabkan kerusakan fisik atau mental seseorang.
- Perundungan emosional, Hal ini terjadi ketika seseorang berusaha mendapatkan apa yang mereka inginkan, tetapi dengan cara membuat orang lain (korban) merasa marah, takut, cemas, hingga tidak nyaman.Perundungan emosional dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap, ada sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia sepanjang 2023. Data ini meningkat signifikan dibandingkan data tahun sebelumnya yang dihimpun dari KPAI dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), dimana tercatat 226 kasus di 2022, 53 kasus di 2021 dan 119 kasus di 2020. Ironisnya, kasus bullying ini meningkat dari tahun ke tahun.
Jenis bullying yang paling sering dialami korban adalah bullying fisik (55,5 persen), bullying verbal (29,3 persen) dan bullying psikologis (15,2 persen). Untuk tingkat jenjang Pendidikan, siswa SD Menjadi korban bullying terbanyak (26 persen), diikuti siswa SMP (25 persen) dan siswa SMA (18,75 persen). Angka tersebut adalah angka yang tercatat, dan diluar dari angka ini, masih banyak korban yang tidak melaporkan dan tidak tercatat telah terjadi di semua lapisan lingkungan masyarakat.
Kepala Bidang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak DP3AP2KB Kota Jogja Sri Isnayanti Sudiasih mengatakan, “ fenomena bullying memang cukup marak terjadi pada kalangan pelajar Kota Jogja , entah itu bullying yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui gawai (cyber bullying)”.
Isna sapaannya mengungkap, maraknya kasus bullying itu juga berdasar dari banyaknya sekolah-sekolah di Kota Jogja yang meminta sosialisasi terkait dengan isu pencegahan bullying kepada DP3AP2KB.
Menurut Muhammad Hanafi M.Psi, Psikolog, hampir Setiap hari buka praktek di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Terdapat pasien anak sekolah yang di antar keluarga dan orang tua untuk Konseling di karenakan nilai akademik jeblok sering murung sampai anak tidak mau sekolah, bahkan ada juga harus kolaboratif dengan spesialis jiwa untuk memberikan terapi menurut beliau
Keluarga dan sekolah memainkan peran yang sangat penting dalam mendukung siswa yang menjadi korban bullying. Berikut adalah beberapa aspek penting dari peran masing-masing:
Peran Keluarga
- Memberikan Dukungan Emosional: Keluarga harus menjadi tempat yang aman bagi anak untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Mendengarkan dengan empati dan memberikan dukungan emosional sangat penting.
- Mendidik Tentang Bullying: Keluarga dapat memberikan pemahaman kepada anak tentang apa itu bullying, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana cara menghadapinya.
- Membangun Kepercayaan Diri: Membantu anak membangun kepercayaan diri dan harga diri dapat membuat mereka lebih kuat dalam menghadapi situasi sulit.
- Komunikasi dengan Sekolah: Keluarga harus berkomunikasi dengan pihak sekolah untuk melaporkan insiden bullying dan bekerja sama mencari solusi yang tepat.
Peran Sekolah
- Menciptakan Lingkungan Aman: Sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif di mana bullying tidak ditoleransi.
- Pendidikan dan Kesadaran: Menyediakan pendidikan tentang bullying, dampaknya, dan cara mencegahnya. Ini bisa melalui kurikulum, lokakarya, atau program khusus.
- Kebijakan dan Prosedur: Sekolah harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas untuk menangani insiden bullying. Ini termasuk tindakan pencegahan, intervensi, dan konsekuensi bagi pelaku bullying.
- Dukungan Psikologis: Menyediakan akses ke konseling dan dukungan psikologis untuk siswa yang menjadi korban bullying.
- Pengawasan yang Ketat: Meningkatkan pengawasan di tempat-tempat yang rawan terjadi bullying, seperti kantin, koridor, dan halaman sekolah.
Dengan kerja sama antara keluarga dan sekolah, siswa yang menjadi korban bullying dapat mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk pulih dan melanjutkan kehidupan mereka dengan lebih baik.
595 total views, 25 views today