Klitih menjadi fenomena yang meresahkan bagi masyarakat Yogyakarta. Kekerasan secara cepat dan tidak terduga ini dilakukan di malam hari oleh kedua orang pelaku atau bisa juga lebih. Senjata yang digunakan umumnya ialah pedang, parang, dan senjata tajam lainnya. Klitih juga menjadi fenomena kenakalan remaja yang mengarah kepada kriminalitas, Fenomena klitih ini sendiri mengatasnamakan geng sekolah ataupun kelompok remaja yang saling serang.
Asal usul nama klitih seperti dijelaskan oleh Sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada, Drs. Soeprapto, S.U mengatakan bahwa ” klitih berasal dari bahasa Jawa yaitu klitah-klitih. Sejatinya, istilah klitih ini awalnya bersifat positif. Sebab, klitih diartikan sebagai kegiatan mengisi waktu luang yang sifatnya positif”. Contoh kegiatanya diantaranya saat jalan-jalan, menjahit, membaca, dan lain sebagainya.
Namun, perkembangan zaman membuat makna klitih ini berubah menjadi negatif. Klitih saat ini dikaitkan dengan aksi kriminalitas yang dilakukan oleh dua orang yang berkeliling naik motor.
Sejarah klitih sendiri berawal dari tahun 2007-2009 di Yogyakarta, ketika itu pemerintah Yogyakarta membuat berbagai kebijakan tentang tawuran. Pelajar yang mengikuti tawuran akan dikembalikan pada orang tuanya. Kebijakan ini akhirnya membuat pelajar bosan karena tidak ada kegiatan. Akhirnya, para pelajar ini mencari kegiatan lain, yaitu mengendarai sepeda motor dan berkeliling kota, kemudian mereka mencari musuh secara acak yang umumnya sesama pelajar. Sumber dari Written by Aris
Penyebab Timbulnya Klitih
Dalam jurnal penelitian berjudul “Faktor-Faktor Determinasi Perilaku Klitih”, diidentifikasi bahwa adanya agresivitas remaja yang pada akhirnya menimbulkan atau memunculkan perilaku klitih. Penyebab klitih sendiri adalah sekumpulan remaja yang memiliki kesamaan hobi serta kegiatan. Para remaja ini memiliki rasa nyaman serta kecocokan yang timbul dari kelompok.
Selayaknya remaja pada umumnya, mereka juga dapat dipengaruhi oleh remaja sebaya lain, sehingga hubungan pertemanan ini akan menjurus ke arah negatif, seperti pada kenakalan, narkoba, hingga pergaulan bebas. Dalam jurnal ini juga dijelaskan bahwa seseorang yang melakukan kekerasan bertujuan agar bisa diakui kelompok. Pengakuan ini juga diperlukan agar seseorang tersebut dapat masuk dalam anggota geng atau kelompok.
Dilihat dari aspek hubungan antar kelompok, seorang remaja diketahui akan semakin mendapatkan nama yang bagus di lingkungan teman geng ataupun tongkrongannya ketika mereka berhasil melukai orang lain di jalan. Namun, terdapat dua hasil penelitian ini yang menarik untuk direnungkan, terkait timbulnya perilaku klitih.
Pertama, terkait dengan kondisi rumah yang dapat mempengaruhi perilaku remaja yang menjurus ke klitih, yaitu tidak harmonisnya kondisi suatu rumah tangga, yang menyebabkan seorang anak tidak mendapatkan kasih sayang serta perhatian yang mereka butuhkan. Pada akhirnya, para remaja ini cenderung mencarinya dalam kelompoknya.
Faktor kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga turut mempengaruhi psikologis seorang anak, hingga pada akhirnya saat beranjak dewasa anak menjadi tidak mampu mengontrol emosinya, serta tak mampu berpikir jernih. Kedua, selain rumah tangga yang tak harmonis, ketiadaan sosok yang menjadi panutan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya sifat agresif serta ketidakmampuan mengontrol emosi.
Dalam penelitian ini, disebutkan bahwa beberapa remaja yang dijadikan sebagai subjek penelitian tidak mengenal kedua orang tuanya. Akhirnya, remaja-remaja ini menjadi lebih mudah terbawa arus dalam kelompoknya. Diabaikannya seorang remaja dalam lingkungan sekolah serta lingkungan tempat tinggal juga turut memicu perilaku agresif, pada akhirnya menjurus kepada tindak kriminal. Seperti bergabung dalam kelompok klitih. Written by Aris
Lalu, bagaimana sudut psikologis memandang fenomena terjadinya klitih ini?, Transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa pada masa remaja adalah salah satu masa yang paling penting. Anak-anak mulai melihat masa depan dalam hal karier, hubungan, dan lainnya. Individu ingin menjadi bagian dari masyarakat dan menyesuaikan diri mereka ke lingkungannya.
Fenomena klitih dapat dijelaskan melalui teori tahapan perkembangan psikososial Erikson, lebih tepatnya pada tahap perkembangan Identity vs Confusion yang terjadi pada rentang usia 10-20 tahun. Teori tersebut sesuai dengan pelaku klitih yang kebanyakan merupakan anak muda. Selama masa remaja, individu menghadapi permasalahan dalam menemukan “siapa” mereka, tentang dan ke mana mereka akan pergi dalam hidup.
Jika remaja mengeksplorasi peran dengan cara yang sehat dan sampai pada jalan positif untuk diikuti dalam hidup, mereka akan mencapai identitas positif; jika tidak, kebingungan terhadap identitas mereka akan memburuk (Santrock, 2018). Motivasi pelaku klitih dalam berpartisipasi melakukan klitih adalah untuk menyesuaikan diri mereka ke lingkungannya. Melalui teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelaku klitih merupakan remaja yang gagal mencapai identitas positif, sehingga mengalami kebingungan atas identitas mereka sendiri.
Klitih berdampak sangat negatif dan meresahkan masyarakat. Dampak negatif klitih ini juga dapat menimbulkan trauma, luka parah, hingga kematian pada para korban. Selain itu, klitih dapat merusak moral generasi penerus dan mengganggu ketertiban.
Oleh karena itu, klitih masuk ke dalam tindak pidana kekerasan. Klitih juga diatur dalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 170. Berikut isi KUHP mengenai Klitih:
(1) Barang siapa yang dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan kepada seseorang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama adalah lima tahun enam bulan.
(2) Sementara pada yang bersalah diancam: Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang ataupun jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan berbagai luka-luka berbahaya. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan kematian.
Kejadian Klitih juga bisa dipicu oleh satu golongan tertentu. Seorang narasumber yang juga pernah menjadi pelaku klitih menceritakan bagaimana awal mula klitih terjadi. Seorang remaja 16 tahun berinisial RK mengakui penyesalannya karna telah mengikuti teman-temannya dengan pergaulan yang kurang baik sekitar 1 tahun yang lalu.
Awalnya RK mulai ikut menjadi anggota salah satu geng di Yogyakarta. Konsekuensinya RK harus mau mengikuti beberapa peraturan dalam geng tersebut seperti koordinasi setiap malam jumat dalam geng tersebut yang dipimpin oleh ketua komando. RK menuturkan ketua di dalam geng tersebut bertanggung jawab atas segala resiko yang akan terjadi, termasuk bila ada sesuatu terjadi di luar lingkungan tersebut dia akan yang bertanggung jawab untuk memimipin.
Suatu ketika geng tersebut tiba-tiba diserang oleng geng lain. RK dan anggota lain berlari menyelamatkan diri. Kendaraan semua di rusak oleh pelaku penyerangan, sedangkan semua anggota selamat, tidak ada yang terluka. Setelah kejadian tersebut ketua geng mengumpulkan semua anggota dan bernegosiasi untuk membalas dendam.
Demi membalaskan dendam, RK dan anggota lain menggunakan 3 motor serta membawa sajam merencanakan untuk balas dendam di malam hari dan di sebar di lokasi tertentu. Pukul 19.00 RK dan anggota geng lain membuat rencana dan standby dilokasi tersebut, tak lama target mulai terlihat dan begitu lokasi terlihat sepi RK dan anggota lain mengeluarkan sajam dan melukai target tersebut. Setelah target berhasil dilumpuhkan, seluruh anggota melarikan diri tapi naas RK dan 1 temannya tertangkap oleh warga dan langsung dibawa ke polsek terdekat. RK diminta untuk melapor setiap hari ke polsek tersebut selama 3 bulan karena usianya yang masih bawah umur. Setelah kejadian itu RK sadar karna telah mengecewakan dan mencemarkan nama baik orang tuanya.
Selain itu RK juga harus dikeluarkan dari sekolah. RK mulai meninggalkan geng serta dan teman-teman yang ada di dalamnya. Tiga bulan kemudian RK bisa kembali sekolah di sekolah yang baru.
Tak usai sampai di situ, beberapa bulan setelah kejadian tersebut pukul 22.00 sepulang dari rumah temannya RK diikuti seseorang dan diperjalanan RK dipukul benda tumpul dan terjatuh dan tidak sadar hingga 7 hari. Setelah sadar RK berniatan untuk bercerita kepada orang tuanya tetapi RK tidak dapat berkutik karena kasus tersebut diidentifikasi sebagai kecelakaan tunggal walaupun pada akhirnya RK tetap menceritakan kejadian yang sebenarnya pada orangtuanya.
RK sangat bersyukur masih diberi keselamatan dan bisa pulih kembali setelah perawatan di RS cukup lama. Setelah kejadian tersebut RK sangat menyesal dan mulai memperbaiki hidup untuk masa depannya yang lebih baik.
RK berpesan kepada para pemuda terutama remaja yang masih dibawah umur untuk dapat belajar dari kejadian yang ia alami dan berpesan untuk mencari teman yang baik serta tidak mudah terpengaruh kedalam pergaulan yang tidak baik karena masa depan ada di tangan diri sendiri. Penyesalan tidak akan datang di depan tapi datang di belakang. Kejadian balas dendam tidak akan ada habisnya karna jika kita berbuat jahat kepada orang lain maka kita hanya akan semakin menambah musuh.
Andika Nur Cahyo, Mahasiswa Keperawatan UNISA Yogyakarta Kelas RPL
1,030 total views, 1 views today