• Kam. Jan 16th, 2025

Mengembalikan Yogyakarta sebagai Kota Pelajar: Peran Keluarga dalam Penanggulangan Klitih

Byadmin

Jan 10, 2025

Yogyakarta, yang selama ini dikenal sebagai Kota Pelajar dan destinasi wisata yang nyaman, kembali diwarnai oleh kasus klitih yang semakin meresahkan sepanjang tahun 2024.

Berdasarkan laporan Jogja Police Watch (JPW), terdapat 20 kasus kejahatan jalanan atau klitih yang terjadi selama tahun 2024, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2023 yang mencatatkan 12 kasus. Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak, baik masyarakat, aparat keamanan, maupun pemerintah daerah.

Klitih, istilah yang awalnya digunakan untuk aktivitas keluar rumah di malam hari guna mengusir kejenuhan, kini telah bergeser menjadi simbol kejahatan jalanan. Para pelaku, yang mayoritas adalah remaja atau pelajar, biasanya beroperasi dalam kelompok kecil di malam hingga dini hari.

Mereka sering kali membawa senjata tajam seperti gir motor, parang, hingga celurit untuk menyerang secara acak. Dampak aksi klitih tidak hanya menciptakan rasa takut di masyarakat, tetapi juga menimbulkan kerugian fisik dan mental bagi korban.

Salah satu kasus yang menyita perhatian publik terjadi pada akhir tahun 2024 di Jalan Magelang, di mana seorang remaja berusia 17 tahun menjadi target serangan brutal hingga meninggal dunia. Insiden serupa terjadi di Jalan Parangtritis, ketika seorang pengendara motor diserang kelompok pelaku yang menggunakan gir motor, menyebabkan korban meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit. Rentetan kejadian ini menggugah emosi masyarakat dan memicu desakan agar aparat keamanan mengambil langkah tegas.

Meningkatnya kasus klitih dinilai merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait. Lemahnya pengawasan orang tua, minimnya pendidikan karakter di sekolah, dan pengaruh lingkungan pergaulan negatif menjadi pemicu utama.

sinilah fungsi utama keluarga memainkan peran yang sangat penting dalam mencegah kenakalan remaja. Sebagai fondasi pertama dalam pembentukan karakter anak, keluarga dapat menjalankan fungsi pendidikan dengan menanamkan nilai moral dan norma sejak dini.

Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati, menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak untuk mencegah kenakalan remaja. Selain itu, fungsi pengawasan orang tua juga harus diperkuat, termasuk dalam memantau penggunaan media sosial, yang sering kali menjadi tempat penyebaran budaya kekerasan.

Penelitian psikologi remaja menunjukkan bahwa perilaku agresif sering kali dipicu oleh masalah kesehatan mental yang tidak terdeteksi, seperti gangguan kecemasan, depresi, atau trauma. Oleh karena itu, pendampingan psikologis di sekolah dan komunitas menjadi sangat penting. Sekolah juga diharapkan memperkuat pendidikan karakter serta memberikan ruang bagi siswa menyalurkan energi melalui kegiatan positif seperti olahraga, seni, dan organisasi sosial.

Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof. Daniswara, menyatakan bahwa keluarga adalah benteng awal dalam pembentukan karakter anak. Dengan kerja sama antara keluarga dan sekolah, diharapkan remaja memiliki fondasi moral yang kuat untuk menghadapi tekanan sosial.

Menurut M Hanafi, S.Psi., M.Psi., seorang praktisi psikologi klinik di RSU PKU Muhammadiyah Bantul mengatakan bahwa “Peran keluarga dalam pencegahan kenakalan remaja, seperti fenomena klitih yang marak di Yogyakarta, sangat penting untuk mengembalikan citra kota sebagai tempat yang aman dan nyaman.

Keluarga sebagai fondasi awal pembentukan karakter anak perlu memberikan pola asuh konsisten, komunikasi terbuka, dan teladan positif. Sekolah juga berperan dengan memperkuat pendidikan karakter, menyediakan bimbingan konseling, serta menciptakan lingkungan yang inklusif.

Sinergi keluarga, sekolah, dan masyarakat menjadi kunci dalam membentuk generasi muda yang berkarakter, sehingga mampu menghadapi tekanan sosial dan menjauhkan diri dari perilaku agresif. Kolaborasi ini penting untuk menciptakan solusi berkelanjutan, memulihkan citra Yogyakarta sebagai kota pelajar”.

Selain pendidikan dan pengawasan, aspek ekonomi keluarga juga memainkan peran penting. Banyak remaja yang terlibat dalam aksi klitih berasal dari keluarga dengan kesulitan ekonomi, sehingga kurang mendapat perhatian. Program pemerintah seperti pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi keluarga dapat menjadi solusi untuk mengurangi tekanan yang berkontribusi pada perilaku negatif

Nilai-nilai lokal seperti gotong royong dan kebersamaan perlu dihidupkan kembali melalui kegiatan komunitas yang melibatkan remaja. Pendekatan berbasis bukti seperti Community-Based Violence Prevention dan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) untuk mengelola emosi juga dapat diterapkan.

Aparat keamanan diharapkan meningkatkan kapasitas melalui pelatihan dalam manajemen konflik berbasis komunitas, sehingga dapat menjadi mitra yang lebih efektif dalam menciptakan rasa aman. Pemerintah daerah juga perlu melakukan evaluasi kebijakan secara rutin dan melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, komunitas lokal, dan sektor swasta, untuk menciptakan solusi berkelanjutan. Dengan pendekatan yang menyeluruh, mulai dari pendidikan, pengawasan keluarga, pemberdayaan ekonomi, hingga penegakan hukum yang tegas, diharapkan aksi klitih dapat diminimalisasi.

Yogyakarta harus segera mengembalikan citranya sebagai kota pelajar yang aman dan nyaman. Tindakan kolektif dari semua pihak menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman kejahatan jalanan, sehingga warga dapat kembali beraktivitas dengan rasa aman seperti dahulu kala. Aamiin Yaa Rabbal ‘alamiin.

 

Gunawan, Mahasiswa FIK UNISA Kelas RPL

 1,974 total views,  1 views today

Tinggalkan Balasan